Mengapa tidak bekerja?



Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun saya fikir : Buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan risiko kami kehilangan kedekatan pada anak sendiri? 

Apa artinya tambahan uang dan kepuasan profesional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang sendiri, saya bentuk pribadinya sendiri? Anak saya akan tidak memiliki ibu. 
Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak, seimbangkah orangtua kehilangan anak dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja? Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Bertahun-tahun kami bertiga hidup begitu."  (Ainun Habibie)




I'm very just fine with "homy mommy' alias ibu rumah tangga. Walaupun dia sudah sekolah tinggi, bergelar sarjana lah bleh bloh de es be, saya bisa memaklumi kalau mereka memilih mengurus keluarga saja. Karena menurut saya, seorang ibu harus pinter, cerdas, mandiri  walau ia tidak bekerja di luar rumah, sebaliknya juga tidak perlu bekerja walau ia sudah duduk di sekolah formal yang tinggi. TAPI, tidak untuk gelar dokter. Seorang dokter,  mau tidak mau, harus bekerja untuk membayar perjuangannya yang berpayah-payah untuk membantu orang lain. Karena selain ia, nobody can do it. It's about people's need. Dan dengan terbatasnya jumlah dokter, apalagi di daerah, menemukan pekerjaan untuk dokter tidaklah terlalu sulit. It's unfair menyia-nyiakan ilmu dan  hanya di rumah saja.

ITU DULU. Sebelum saya benar benar jobbing and doing as a doctor.  Ternyata menjadi dokter tidak hanya menjadi pembagi ilmu semampu dan semau dia, dokter (pns sekalipun) jam kerjanya countless, liburless dan cutiless.  More unfortunately, di Indonesia penghargaan dan dukungan yang diberikan negara tak setimpal dengan harga materiil dan moriil (apasik) yang telah dihabiskan untuk sekolah dan peran seorang dokter. Apalagi setelah punya anak, for me as a mom, When i see his eyes, i know.. Everything else means nothing.

Setelah membaca kutipan dari Almarhumah ibu Hasri Ainun Habibie di atas, i kind of more understand. Jadi lebih mengerti perasaan beliau. Dan perasaan saya. IT IS. IT VERY IS.  Mungkin dan semoga saya salah, masih banyak dokter yang bekerja semata untuk uang dan kepuasan profesional. Tidak lebih. 

Namun, saya menyimpan banyak kekaguman pada TS-TS yang masih bisa survive bekerja seharian dengan segala seluk beluknya, sementara punya beberapa anak yang masih balita. We have to admit, pasti banyak kedekatan yang dikorbankan. Dan semakin lama, kemungkinan membenci pekerjaan ini yang memisahkan dengan keluarga akan menyeruak. It's a mini hell to have a job that we hate, right?

Dan saya hanya berdo'a untuk mereka semoga pengorbanan itu cukup berharga untuk diberikan.
Bila tidak, semoga diberikan jalan yang lebih baik olehNya.
Sunggguh, ini juga do'a untuk saya. 
 

Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apapun keadaannya dan jadikanlah aku ridha dengannya. Kemudian dia menyebut keinginanya” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Ibn Hibban, Al-Baihaqi dan yang lainnya).


*Tulisan buru-buru di sela-sela tangisan my baby boy

0 komentar:

Post a Comment