Showing posts with label Orat-arit. Show all posts
Showing posts with label Orat-arit. Show all posts
cursed conversion0 komentar Thursday, December 27, 2012
Nahh kaaan penyakitku dari zaman purba keluar lagi. Di saat paling sibuk ngurusin anak, di saat harus baca ebook, journal dan slide yang buanyaaaaak itu, malah nafsu banget untuk menulis di dunia maya dan meneliti blog orang satu demi satu. Ga penting banget. KONVERSI maaak.. Dulu koass juga begini, asal ga belajar, ngga papa nyikat kamar mandi juga dehh.. Jadi masa blog ku paling produktif sebenarnya bukan saat senggang. Tapi malah saat harusnya ngga boleh ngeblog. /floor
Ikhwan Sok Laris0 komentar Wednesday, December 26, 2012
Ibu-ibu mau ngomel dulu ahhh...
Setelah sebelumnya comeback dengan efek euforia karena become a new mommy yang bikin rasanya pengen ngepost tentang motherhood teruuuuss.. ehh kejadian juga ketemu sesuatu yang menggerakkan hati untuk cecericiw tentang hal lain.
Seperti kata mba miund, let's break from baby talk, shall we?
Ceritanya nih kemarin blog wandering kesana-sini, dan bertemu sebuah blog yang ditulis seorang ikhwan (ikhwan at the "term"). Pengunjung blognya rame, ga kaya blog sayah hehe...* a sigh /no
dia menulis tentang banyak hal, dan tema yang termasuk banyak komentarnya adalah tentang pengalaman "cinta"nya. Uwooow.. Penasaan dong yaaa, gimana nih sejarah cinta ikhwan aktivis yang sepertinya tersohor ini. Lebih lagi, penasaran, siapa yang dicintainya. Saya juga ikut ngintip dong ahhh...
Tulisannya diawali dengan sedikit pengantar tentang prinsip dia yang anti pacaran lah, tak penah jatuh cinta lah dan sebagainya yang saya sudah prediksi sebelumnya. Tapi yang mengagetkan uwooow isi postingannya ternyata hanya memuat list wanita-wanita yang sudah berhasil ditolaknya gituuuhh.. /blur
Memang siiih dia masih punya hati ga nyampe nyebut nama atau mention akun twitter akhowat-akhowatnya, tapi dari cara mendeskripsikan, aihhhh..... segitu jelasnya.
Well, pada poin menjaga diri dari zina dia mungkin dapet nilai seratus, tapi dari segi akhlak menutup aib dan memuliakan perempuan..dia minus sejuta!
Saya sih yakin, dia tak membual, memang ikhwan ini sepertinya tergolong ikhwan favorit, dan tak sedikit yang ingin menjodohkan atau datang langsung menyatakan keinginan. Dia sih mengaku bingung mengapa banyak yang suka padahal katanya dia "segini-gini" aja. HELLO... mau merendah kok mbok ya terdengarnya lebih ke bangga gitu.
Dulu juga saya pernah punya teman ikhwan yang "ditembak" seorang akhowat. Si ikhwan menolak dengan blah-blah alesan. Akhowatnya sudah menerima dengan lapang hati. Tapi yang tersesali adalah, si ikhwan membongkar cerita ini kemana-mana. Jadilah si akhowat tak bisa lagi mengutarakan niatnya ke ikhwan lain.
Sudahlah pedihnya ditolak, diceritakan pada orang lain, dibingkai dalam koleksi "wanita-wanita yang pernah ditolak", ditulis di blog pula, ditambah dijauhi ikhwan lain. Hedeeeeh.
Yang bilang wanita mudah ge er itu perlu dikoreksi loh, ternyata laki-laki jauh lebih mudah Ge ER yak.. Untuk hal-hal penting ga sesnsitif, tapi kalo sudah tentang perempuan: KEPEDEAN. Situ yakin perempuan itu cuma menyatakan sama situ? You're not that cool anyway. Ga impossible kan you're only an option? /wahaha
Trus apa bedanya ya ikhwan dengan laki-laki "umum" yang berkoar-koar tentang jumlah mantan, mantan mereka si anu si atu...? INDEED. Ngga ada bedanya. Pada dasarnya laki-laki sama. Bukan sejenis lirik lagi dangdut ini mah, tapi saya bicara masalah psikologis tauuu. Laki-laki sangat mencintai diri mereka sendiri. Makanya mereka tidak diamanahi menjadi seorang ibu. (opo thoo..).
Mereka sangat suka dikagumi, dan lebih-lebih, ketika orang banyak tahu bahwa mereka dikagumi. Jadi yaa.. hanya yang istimewalah yang bisa menghormati kita, perempuan. Walau ia tak suka.
Tidak, saya tidak kasihan dengan wanita-wanita yang mereka semena-menakan itu, karena selama caranya Syar'i, tujuannya lurus, tak perlu malu mengajak laki-laki menikah. Toh, mengajak pada kebaikan dan perjuangan bukan? Bukan pada maksiat yang keji. Tapi saya memang harus bilang, setelah tau ini, akhowat harus siap dengan 'kesongongan" mereka. At least, jangan pilih ikhwan yang punya blog lah. haha.
Dan, saya berdo'a...sikap ikhwan seperti ini membuktikan bahwa akhowat-akhowat tersebut itu terlalu baik untuknya, mereka lebih berhak mendapat ikhwan yang lebih memuliakannya. Aaamiin.
*like they said : laki-laki itu tak pernah bertambah tua, mereka hanya bertambah gendut /dignose
Mengapa tidak bekerja?0 komentar Saturday, December 22, 2012
Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun saya fikir : Buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan risiko kami kehilangan kedekatan pada anak sendiri?
Apa artinya tambahan uang dan kepuasan profesional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang sendiri, saya bentuk pribadinya sendiri? Anak saya akan tidak memiliki ibu.
Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak, seimbangkah orangtua kehilangan anak dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja? Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Bertahun-tahun kami bertiga hidup begitu." (Ainun Habibie)
I'm very just fine with "homy mommy' alias ibu rumah tangga. Walaupun dia sudah sekolah tinggi, bergelar sarjana lah bleh bloh de es be, saya bisa memaklumi kalau mereka memilih mengurus keluarga saja. Karena menurut saya, seorang ibu harus pinter, cerdas, mandiri walau ia tidak bekerja di luar rumah, sebaliknya juga tidak perlu bekerja walau ia sudah duduk di sekolah formal yang tinggi. TAPI, tidak untuk gelar dokter. Seorang dokter, mau tidak mau, harus bekerja untuk membayar perjuangannya yang berpayah-payah untuk membantu orang lain. Karena selain ia, nobody can do it. It's about people's need. Dan dengan terbatasnya jumlah dokter, apalagi di daerah, menemukan pekerjaan untuk dokter tidaklah terlalu sulit. It's unfair menyia-nyiakan ilmu dan hanya di rumah saja.
ITU DULU. Sebelum saya benar benar jobbing and doing as a doctor. Ternyata menjadi dokter tidak hanya menjadi pembagi ilmu semampu dan semau dia, dokter (pns sekalipun) jam kerjanya countless, liburless dan cutiless. More unfortunately, di Indonesia penghargaan dan dukungan yang diberikan negara tak setimpal dengan harga materiil dan moriil (apasik) yang telah dihabiskan untuk sekolah dan peran seorang dokter. Apalagi setelah punya anak, for me as a mom, When i see his eyes, i know.. Everything else means nothing.
Setelah membaca kutipan dari Almarhumah ibu Hasri Ainun Habibie di atas, i kind of more understand. Jadi lebih mengerti perasaan beliau. Dan perasaan saya. IT IS. IT VERY IS. Mungkin dan semoga saya salah, masih banyak dokter yang bekerja semata untuk uang dan kepuasan profesional. Tidak lebih.
Namun, saya menyimpan banyak kekaguman pada TS-TS yang masih bisa survive bekerja seharian dengan segala seluk beluknya, sementara punya beberapa anak yang masih balita. We have to admit, pasti banyak kedekatan yang dikorbankan. Dan semakin lama, kemungkinan membenci pekerjaan ini yang memisahkan dengan keluarga akan menyeruak. It's a mini hell to have a job that we hate, right?
Dan saya hanya berdo'a untuk mereka semoga pengorbanan itu cukup berharga untuk diberikan.
Bila tidak, semoga diberikan jalan yang lebih baik olehNya.
Sunggguh, ini juga do'a untuk saya.
“Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.”
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apapun keadaannya dan jadikanlah aku ridha dengannya. Kemudian dia menyebut keinginanya” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Ibn Hibban, Al-Baihaqi dan yang lainnya).
![]()
*Tulisan buru-buru di sela-sela tangisan my baby boy
BAWANG BOMBAY DAN MASA DEPAN2 komentar Tuesday, December 29, 2009 Wanita memang harus selalu memilih dalam hidupnya. Memilih baju apa untuk hari ini. Bros apa yang serasi. Warna lipstik apa yang pas dengan sepatu. Dan menurutku yang paling susah adalah memilih menu masakan. Aku lebih baik menulis berlembar-lembar naskah daripada harus memikirkan menu makan malam. Apalagi ketika membuka lemari es, hanya tampak bawang bombay dan telur berlinang-linang. Apa yang bisa kulakukan dengan dua benda mati ini? Berfikir. Laptop. Koneksi. Google. Dan wangsit itu pun datang berwujud deretan-deretan nama situs masakan. Salah satu situs yang paling sering kukunjungi adalah dapurnya mba’ asri di sini. Voila! Telur masak kecap disiram bawang bombay untuk makan malam ini. Bayiku demam tinggi. Sebenarnya, aku adalah seorang dokter. Tapi dalam keadaan sekarang, aku hanyalah seorang dokter yang panik. Ternyata semua ilmu dan kepercayaan diri bisa menguap menghadapai anak sendiri yang sakit. Harus apa sekarang? Obat apa yang tepat? Kompres dingin atau hangat? Berapa dosis ibuprofen? Alhamdulillah masih ingat situs penyelamat, MIMS di mana kita bisa bertanya obat apapun. Dan percayalah, bila kau terpaksa memerlukan "cara manual membantu persalinan" pun (walau aku tidak bisa membandingkan proses persalinan dengan memasang antena TV baru), tidak kurang dari seratus ribu alamat situs akan menemanimu. Aku sangat percaya lagu Nina-Bobo-kalau-tidak-tidur-digigit-nyamuk sebagai pengantar tidur sudahlah sangat kuno. Karena dengan lagu itu yang sudah berbuih-buih kuulang-ulang, sang bayi tetap segar bugar karena mungkin sangat teriritasi mendengar “nada ancamanya”. Iseng kucari topik dengan hashtag (#) childsong di twitter.com. Miraculously, akhirnya aku menemukan topik #mylullaby dan menemukan senandung menenteramkan miliknya Sarah McLachlan:“Pulled from the wreckage of your silent reverie,you’re in the arms of the angel.. May you find some comfort, here..”. Setelah dinyanyikan bait itu sekali, bayiku sukses tertidur. Mungkin dia tipe bayi yang senang les bahasa inggris. Aku mencintai suamiku. Sangat. Tapi ada saat-saat sebal di momen-momen autis dan ketidaksensitifannya. Sehingga diam adalah senjata termudah yang kuhunuskan. Namun diam itu malah melengkapi konflik karena dia akan datang dengan wajah datar dan apatis sambil bertanya singkat “Ada apa? Everything’s okay? Dari kemarin kok manyun?”. Grrrhhhh! Kuberitahu ya, bila ditanya seperti itu, sampai kiamat pun wanita tak akan bercerita penyebab ngambeknya. Seringkali satu-satunya jembatan kebisuan saat ini adalah lewat e-greeting yang kukirimkan ke emailnya. Lewat itu aku bisa bebas ‘ngomel’ agar dia tahu bahwa everything is NOT okay. Namun kemudian hati kerasku pun meleleh perlahan –lahan setelah e-greeting balasan masuk ke emailku. My days are dull without you. My heart is bleeding when you turn your face. I know your heart is paining as well. Honey, I am sorry. Wew…And I could smile again. Itulah kiranya gambaran hidupku ke depan. Karena nyatanya sekarang aku masih belum punya bayi yang dapat dikhawatirkan. Karena sekarang aku masih istri yang diizinkan mengandalkan warung makan sehingga tidak harus memikirkan diapakan bawang bombay dan telur tiap harinya. Karena sekarang aku masih belum lelah mengekspresikan perasaanku secara langsung dan panjang lebar di depan suami. Masa depanku, bawang bombay dan internet ternyata akan sangat dekat hubungannya. It's always about being connected,mom!
Generasi Puskesmas3 komentar Wednesday, December 9, 2009
Masih ingat permainan klasik kita dulu waktu kecil?
Ada permainan bola bekel, petak umpet, Domikado, loncat tali, tali ulay,bongkar pasang, hadangan, dakuan, masak-masakan dan masih banyak lagi.. Remember this? Di antara serbuan tombol dan GPRS, mungkin permainan di atas sudah lekang oleh waktu. Padahal kita sendiri mungkin masih merasakan sampai sekarang betapa kuat kesan 'menyenangkan' saat bermain dulu. Sayang sekali masa kanak-kanak bila tidak dilewati dengan abundant of the the excitements. Dan yang jelas, permainan baheula itu lebih kreatif, lebih sehat, aktif dan kuat. Tapi jangan khawatir, tenyata di desa masih lestari permainan-permainan asyik itu. Seperti di tempatku mengabdi.. Tiap siang sampai sore kadang istirahat kami terbangun dengan teriakan dan nyanyi-nyanyian riang sekelompok anak yang main atau berdebat siapa yang menang. Di desa ini juga, aku baru tahu jenis ada satu jenis permainan baru. Kalau main dokter-dokteran mungkin sudah kita tahu, tapi kalau main "Puskes-Puskesan" rasanya tidak pernah didengar ya... Hehehe...Judul permainannya saja sudah seru. Ternyata puskesmas sudah sangat akrab dengan anak-anak desa ini. Bagaimana tidak? dengan hiegenitas dan gizi seadanya, biasanya mereka paling tidak sekali sebulan ke puskesmas karena sakit. Pernah berantri-antrian panjang di puskes. Puskesmaslah komunitas kerja yang mereka lihat untuk pertama kali dalam hidupnya. Mungkin saat mereka dewasa, reuniannya di puskemas juga kali ya mengenang bersama puyer-puyer pahit yang telah dijejalkan ke mulut mereka .. ![]() Pada suatu sore, anak-anak itu mulai ribut lagi dan aku juga diam-diam curi-curi mendengarkan.. Mereka tampak sudah memainkan beberapa permainan favorit mereka sampai mereka memutuskan untuk main puskes-puskesan lagi. "Kita main puskes-puskesan yuk!" Ajak seorang anak "Ayukkkkk" Yang lain mengiyakan. "Aku jadi dokternya!" seseorang mengajukan diri "Aku jadi pasiennya" yang lain menimpali Setelah itu mereka terlibat dalam perdebatan lagi. Akhirnya didapatkanlah salah satu keputusan yang rupanya paling penting dalam permainan itu. Karena ada satu pernyataan penutup dari seorang anak yang dikatakannya dengan bangga nan jumawa : "AKULAH YANG AKAN JADI TUKANG PANGGIL!" ![]() ![]() ![]() Ternyata puskesmas tidak hanya sebatas tempat si sakit yang berharap dapat obat gratis dan petugas medis yang menunggu gaji. Tapi ternyata juga menjadi tempat awal peradaban bermula. Saat cita-cita sangat mulia itu, menjadi "tukang panggil pasien" dapat dikenal.. *A tribute to Adis, si pemanggil pasien Kami* Permainan ini juga membuatku harus tambah hati-hati saat mau mendelik atau merengut ke pasien anak-anak.. Ntar ada lagi line di kalangan mereka seperti ini: "Aku tidak mau jadi dokter. Pokoknya tidak mau. Bu dokter di puskesmas itu galak" Hwaaaa.. Digosipin di kalangan anak-anak is obviously a very nightmare!! ![]() ![]() Thanks for reading, and see ya, TS!
Siapapun..., Aku Mencintaimu…4 komentar Monday, December 7, 2009
Kata banyak teman, saya termasuk orang yang cool, tenang dan sepertinya tidak bermasalah tentang ketertarikan terhadap lawan jenis. Kata mereka sepertinya saya tidak tertarik untuk jatuh cinta. Dan saya hanya tertawa kecil mendengarnya, sambil berlirik dalam bisik “wallahu ya’lam…” dan Allah saja yang mengetahui. Ya, hanya Allah saja yang tahu bagaimana hati ini.
Memang Fitrah seseorang untuk jatuh cinta, akan tetapi tinggal bagaimana kita menyikapi fitrah yang telah Allah anugrahkan kepada kita itu. Bagaimana penyikapan yang tepat? Dengan tidak mengeksresikan cinta (terhadap lawan jenis) tersebut. Karena pengeksresian itu tidak mendatangkan apa2, selain kerusakan hati dan amal. Dan pedih sekali, cinta itu akan menjadi tandingan cinta kepada Allah. Bukankah orang2 yang cintanya menandingi cinta kepada Allah adalah kaum kuffar? Bergidik saya, itu adalah dosa yang tak akan pernah diampuni. Namun bila rasa itu tak terelakkan karena diri ini begitu lemah dan rapuh, ingin rasanya saya hinggapkan rasa itu pada tempat yang aman, tersembunyi dan berusaha terbangkan secepat2nya dari bilik hati. Biarlah sebagian ruang itu saya kosongkan untuk seseorang yang ditakdirkan Allah menjadi teman hidup saya. Jangan tegesa2, toh Allah sudah berjanji. “… Dan wanita2 yang baik adalah untuk laki2 yang baik dan laki2 yang baik adalah untuk wanita2 yang baik (pula)” (An-Nuur 24: 26) Dan demi Allah, maha benar Allah dengan segala janjinya. Tak terhitung bila kita lihat, banyaknya pasangan2 yang bercerai dua-tiga bulan setelah menikah. Padahal masa pacarannya menghabiskan waktu begitu lama (2 tahun atau lebih). Apa yang didapat dari hubungan seperti itu selain rantai dosa2 dari tiap kata, tiap pertemuan, tiap pandangan mata, tiap sentuhan kulit??? Ada yang bimbang, bagaimana bisa menikah dengan orang yang tidak kita cintai? atau apakah tidak boleh menikah dengan orang yang kita cintai? Tidak maksud saya bukan begitu. Islam tidak memperbolehkan pergaulan tanpa sekat fisik maupun hati seperti yang banyak kita lihat di masa kini. Namun juga ia mengharamkan kerahiban. Ada pernikahan yang merupakan solusi terbaik. Sangat saya hargai, bila ada sepasang manusia yang saling mencintai lalu bersegera untuk menikah. Itu jauh lebih baik dari pada luntang-lantung berduaan tanpa status halal. Namun, akan lebih tinggi maknanya bila kita belajar mencintai siapapun yang Allah takdirkan untuk kita. Itu adalah bentuk keyakinan dan penjagaan hati yang erat. Saya juga belum merasakannya, tapi saya bisa membayangkan dan Andapun bisa merasakan betapa banyak sensasi2 mengejutkan, mendebarkan, menyenangkan dan tak terduga dalam proses belajar mencintai itu. Begitu indahnya pertemuan pertama, kerlingan pertama, dan sentuhan pertama. Ketika ada sesosok makhluk Allah yang asing namun tiba2 kita merasa sangat kenal dirinya. Tidakkah itu menawarkan kelezatan yang mengejutkan? Dan begitulah barokah Allah terhadap orang2 yang menjaga ketaatan dan hanya percaya pada-Nya. Bila Anda sekarang sedang menunggu seseorang utk mjalani kehidupan menuju ridho-Nya, bersabarlah dengan keindahan. Demi Allah, dia datang tidak karena kecantikan, kepintaran ataupun kekayaan. Tapi Allahlah yang menggerakkan. Janganlah tergesa untuk mengekspresikan cinta kepada dia sebelum Allah mengizinkan. belum tentu yang kau cintai adalah yang terbaik untukmu. Siapakah yang lebih mengetahui selain Allah? Simpanlah segala bentuk ungkapan cinta dan derap hati rapat2, Allah akan menjawabnya dengan lebih indah di saat yang tepat. “Siapakah engkau yang dizinkanNya ku titipkan bunga di hatimu? Siapapun aku mencintaimu…. *Published in Akhwat Modis Book,2005* IKHWAN GENIT3 komentarIkhwan, istilah yang selalu memberi kesan berbeda. Walaupun artinya sama, tetap laki-laki atau pria atau sebagainya. Namun tetap saja ada kekhususan di balik kata itu. Kata ikhwan masíh digunakan oleh kalangan terbatas, dan untuk para laki-laki yang terbatas pula. Laki-laki yang mengikuti kajian Islam secara intensif (ngaji) dan terlibat dalam alur dakwah sajalah yang biasa diberi sebutan ini. Ada yang mengatakan ini adalah pengangkatan derajat yang superficial dan dangkal, karena kita tidak bisa menilai seseorang dari tampilan fisik belaka. Apakah hanya dengan berjanggut atau celana di atas mata kaki bisa membuat seseorang dinobatkan laki-laki yang paling baik? Hal ini akan menguatkan keeksklusifan generasi dakwah di masyarakat. ada pula yang berpendapat pengistilahan tersebut akan berdampak ternodanya keikhlasan pengemban gelarnya. Saya menghargai para ikhwan itu. Mereka yang berani memikul tanggung jawab, yang bukan berbangga tetapi merasa lebih adanya penjagaan diri dengan nama itu. Mereka yang siangnya selalu disibukkan dengan semangatnya untuk berpikir dan berpeluh-peluh belajar, ngaji syuro, dauroh, memperjuangkan dakwah dan malamnya tepekur dalam zikir-zikir syahdu dan tersedu-sedu meminta ampunan atas dosa-dosanya. Jangan berpikir saya menulis tentang ini karena saya sedang menyukai ikhwan tertentu. Bukan, sungguh bukan. Namun, saya harus menceritakan bahwa langit tak selalu biru. Ada saja kelabu yang membuat kecewa. Suatu hari, saya pernah dihubungi seorang ikhwan yang katanya ingin menyambung silahturahmi. Walau dengan terbingung-bingung dalam rangka apa, saya berusaha berbaik sangka sekuat-kuatnya bahwa ia hanya ingin melebarkan relasi dakwah. Kami sering berdiskusi panjang lebar tentang perkembangan dakwah, keadaan politik dan sebagainya. Namun, baik sangka tersebut ternyata berbuah komunikasi-komunikasi berikutnya. Sampai pertanyaan yang tidak perlu pun terluncurkan dengan seringnya. Seperti, saya lagi apa? Apakah saya sudah makan? Perhatian-perhatian gencar seperti itu yang sangat berpotensi merusak hati yang memberi atau menerimanya. Dan puncaknya, satu saat ia bilang bahwa dia sayang saya dan berjanji ingin menikahi saya. Tercenunglah saya. Bukan, bukan merasa bahagia karena merasa disayangi, tapi saya disadarkan dengan pahit untuk harus mengevaluasi diri, apakah saya yang begitu membuka diri sehingga ia seberani itu? Dalam kesedihan itu, AllahuAkbar, allah menakdirkan saya tahu belangnya dengan telinga dan mata saya sendiri. Ternyata dia juga mencoba memikat banyak akhwat sekaligus. Dengan modus operandi yang sama. Dia gunakan label ikhwan itu untuk mendekati target akhwat-akhwat yang disukainya. Dan sangat disayangkan, tak satu-dua akhwat yang akhirnya terpikat denagn “keikhwanannya” itu, dan ikut tergelincir mengikuti langkah tipuan syaitan. Na’udzubillah….. Seorang ikhwan memang bukan malaikat sempurna, kadang ia tergelincir dan berbasah kealpaan. Ditambah lagi tak hentinya kelompok syaitan yang mengikuti dari segala penjuru. Sungguh menjadi pejuang agama Allah tidaklah mudah! Untuk mereka, tak henti saya berdoa semoga Allah selalu menjaga dalam rentang panjang jalan keimanan ini. Tapi bila ada penjahat-penjahat bercap palsu nama ikhwan, yang memanfaatkan jamaah ini untuk kepentingan pribadinya, untuk kesenangannya, maka mohon maaf lahir batin, menjauhlah dari sini, ikhwan genit!! Duduklah dengan tenang disinggasana nafsumu, bersiap-siap sajalah menyambut wanita genit yang bercap palsu, wanita yang juga sepertimu suka mencari perhatian dan senang menggoda. Allah telah mempersiapkan ia khusus untukmu. “Wanita2 yang keji adalah untuk laki2 yang keji, dan laki2 yang keji adalah untuk wanita2 yang keji (pula)..” (an nuur: 26) *Published in Akwat Modis Book, 2005* Sms Merah Muda0 komentar“Tetap istiqomah, Ukhti… Selamat berjuang. Semoga Allah menyertai anti.” Sender : Ikhwan +62817xxx Senyum timbul dari cakrawalanya dengan malu-malu. Serasa ada hangat menyelusup dada dan membuat jantung berdegup lebih cepat. Otaknya pun sekejap bertanya, “Ada apa?”, “Sungguh, bukan apa-apa. Aku hanya senang karena ada saudara yang menyemangatiku.” Si akhwat menyangkal hatinya cepat-cepat. Dan ia bergegas meninggalkan kamarnya, ada dauroh. Ia berlari sambil membawa sekeping rasa bahagia membaca sms tadi yang sebagian besar bukan karena isinya, melainkan karena nama pengirimnya. “Ana lagi di bundaran HI, Ukhti. Doakan kami bisa memperjuangkan ini.” Sender : Ikhwan +628179823xxx Untuk apa dia memberitahukan ini padaku. Bukankah banyak ikhwan atau akhwat lain? Nada protes bergema di benaknya. Tapi di suatu tempat, entah di mana ada derak-derak yang berhembus lalu. Derak samar bangga menjadi perempuan yang terpilih yang di-sms-nya. Pagi itu, handphone kesayangannya berbunyi. “Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih memberi arti.” Dada membuncah hampir meledak bahagia. “Dia bahkan ingat hari lahirku!” Dibacanya dengan berbunga-bunga. Tapi pengirimnya… Sender : Akhwat +6281349696xxx Senyum tergurat memudar. Tarikan napas panjang. Kecewa, bukan dari dia. Ringtone-nya berbunyi lagi. “Ukhti, Selamat hari lahir. Semoga hari-hari yang dijalani lebih memberi arti.” Sender : Ikhwan +628179823xxx Dia!Semburat jingga pagi jadi lebih indah berlipat kali. Senyumnya mengembang lagi. Dan bunga-bunga itu mekar-lah pula. Cerita di atas tadi selurik gerak hati seorang akhwat di negeri antah berantah yang sangat dekat dengan kita. Gerak hati yang mungkin pernah bersemayam di dada kita juga. Bisa jadi kita mengangguk-angguk tertawa kecil atau berceletuk pelan, “Seperti aku nih,” saat membacanya. Hayo… ngaku! He he… Mari kita cermati fragmen terakhir dari cerita tadi. Kalimat sms keduanya persis sama, yang intinya mengucapkan dan mendoakan atas hari lahir (mungkin mencontek dari sumber yang sama hehe…). Sms sama tapi berhasil menimbulkan rasa yang jelas berbeda. Karena memang ternyata lebih berarti bagi si akhwat adalah pengirimnya, bukan apa yang dikatakannya. Namun sebenarnya, apakah Allah membedakan doa laki-laki dan perempuan? Mengapa menjadi lebih bahagia saat si Gagah yang mendoakan? Semoga selain mengangguk-angguk dan tertawa kecil, kita juga berani memandang dari sudut pandang orang ketiga. Dengan memandang tanpa melibatkan rasa (atau nafsu?), kita akan bisa berpikir dengan cita rasa lebih bermakna. Konon, cerita tadi terus berlanjut. Suatu hari yang cerah, sang akhwat mendapat kiriman dari si ikhwan itu. Sebuah kartu biru yang sangat cantik. Tapi sayang, isinya tidak secantik itu. Menghancurkan hati akhwat menjadi berkeping-keping tak berbentuk lagi. Kartu biru itu adalah kartu undangan pernikahan si ikhwan. Dengan akhwat lain, tentu saja. Berbagai Tanya ditelannya. Mengapa dia menikah dengan akhwat lain? Bukankah dia sering mengirim sms padaku? Bukankah dia sering me-miscall ku untuk qiyamull lail? Bukankah dia ingat hari lahirku? Bukankah dia suka padaku? Mengapa…mengapa… Dan air mata berjatuhan di atas bantal yang diam. Teman, jangan bilang, ya… dia hanya tidak tahu, ikhwan itu juga mengirimkan sms, miscall, mengucapkan selamat hari lahir dan bersikap yang sama ke berpuluh akhwat lainnya! Ironis. Sedih, tapi menggelikan, menggelikan tapi menyedihkan. Sekarang siapa yang bisa disalahkan? Akhwat memang seyogiyanya menyadari dari awal, sms-sms yang terasa indah itu bukan tanda ikatan yang punya kekuatan apa-apa. Siapa yang menjamin bahwa ikhwan itu ingin menikahinya? Bila ia berharap, maka harapanlah yang akan menyuarakan penderitaan itu lebih nyaring. Tetapi para ikhwan juga tak bisa lari dari tanggung jawab ini. Allau’alam apapun niatnya, semurni apapun itu, ingatlah, sms melibatkan dua orang, pengirim dan penerima. Putih si pengirim, tak menjamin putihnya juga si penerima. Bisa jadi ia akan berwarna merah muda. Merah muda di suatu tempat di hati atau menjadi rona di pipi yang tak akan bisa disembunyikan di depan Allah. Bagi perempuan, sms-sms dan bentuk perhatian sejenis dari laki-laki bisa menimbulkan rasa yang sama bentuknya dengan senyuman, kedipan menggoda, dan daya tarik fisik perempuan lainnya bagi laki-laki. Menimbulkan sensasi yang sama. Ketika perempuan bertanya berbagai masalah pribadinya padamu, seringkali bukan solusi yang ingin dicari utamanya. Melainkan dirimu. Ya, sebenarnya perempuan ingin tahu pendapatmu tentang dia, apakah dirimu memperhatikannya, bagaimana caramu memandang dirinya. Dirimu, dirimu, dan dirimu… dan kami –kaum hawa- sayangnya, juga memiliki percaya diri yang berlebihan, atau bisa dibahasakan lain dengan ‘mudah Ge-Er’. Jadi, tolong hati-hati dengan perhatianmu itu. Paling menyedihkan saat ada seorang aktivis yang tiba-tiba berkembang gerak dakwahnya atau semangat qiyamul lailnya karena terkait satu nama. Naudzubillah tsumma naudzubillah. Ketika kita menyandingkan niat tidak karena Allah semata, maka apalah harganya! Apa harganya berpeluh-payah bukan karena Dia, tapi karena dia. Seseorang yang sama sekali bukan apa-apa, lemah seperti manusia lainnya. Laki-laki dan wanita diciptakan berbeda bukan saling memusuhi, bukan juga saling bercampur tak bertepi, tapi semestinya saling menjaga diri. Secara fisik, emosional, atau kedua-duanya. SMS tampak aman dari pandangan orang lain, hubungan itu tak terlihat mata. Tapi wahai, syetan semakin menyukainya. Mereka berbaris di antara dua handphone itu. Maka dimanapun mereka berada, syaitan tetaplah musuh yang nyata! Wahai akhwat, bila kau menginginkan sms-sms itu, tengoklah inbox-mu. Bukankah disana tersusun dengan manis sms-sms dari saudarimu. Saudari-saudarimu yang dengan begitu banyak aktivitas, amanah, kelelahan, dan kesedihan yang sangat memerlukan perhatianmu. Juga begitu banyak teman-temanmu yang belum mengenal Islam menunggu kau bawakan sms-sms cahaya untuk mereka. Ada saatnya. Ya, ada saatnya nanti handphone kita dihiasi sms-sms romantis. Sms-sms yang walaupun hurufnya berwarna hitam semua, tapi tetap bernadakan merah muda. Untuk seseorang dan dari seseorang yang sudah dihalalkan kita berbagi hidup, dan segala kata cinta di alam semesta. Cinta yang bermuara pada penciptaNya. Cinta dalam Cinta. Bersabarlah untuk indah itu. “Ummi, abi lagi ngisi ta’lim di kampus pelangi. Di depan abi ada beribu bidadari-bidadari berjilbab rapi, tapi tak ada yang secantik bidadariku di istana Baiti Jannati. Miss u my sweety.” “Abi, yang teguh ya, pangeranku…rumah ini terasa gersang tanpa teduh wajahmu. Luv ya” Ya, hanya untuk dia kita tulis the Pinkest Short Massage Services. Sms-sms paling merah muda. )I( Published in Akhwat Modis Book,2005 )I( Nembak Duluan?1 komentarYang pasti-pasti aja! Ingat slogan iklan TV ini? Bukan untuk mempromosikan minuman produk Amerika yang membantu kaum zionis Israel itu, tapi dalam kalimat ini, saya sependapat. Betapa banyak hal di dunia ini yang tidak pasti dan sangat rawan untuk terus difikirkan. Angan-angan berpanjangan bisa meluap dari situ. Baik, langsung saya spesifikkan, misalnya dalam mencari pasangan hidup. Seorang perempuan yang sudah baligh sebenarnya adalah adalah kewajiban wali, orangtuanya lah untuk menikahkan dengan laki-laki yang sholeh. Alternatif lain, kumpulan orang-orang shaleh di sekitarnya bisa menggantikan peran itu. Tapi tidak selalu dua kondisi itu bisa digenapkan. Misalnya orangtua tidak bisa memutuskan mana laki-laki yang sholeh atau setelah sekian lama, belum ada ikhwan yang tergerak untuk melamarnya. Sedangkan urgensi menikah itu semakin kuat menelusup di celah di jiwa, kerinduan akan membangung keluarga Islami memuncak, ketakutan tergelincir pada kemaksiatan yang semakin membumbung atau kasus-kasus tertentu yang membuat pernikahan harus segera dilaksanakan. Kadang kata akhi Salim A fillah,dalam bukunya Agar Bidadari Cemburu Padamu, menawarkan diri bagi akhowat adalah pilihan yang agung. Menawarkan diri pada lelaki yang pasti. Pasti agamanya, pasti kualitas akhlaknya. Di sini yang tak pasti cuma satu,diterima atau tidak. Dan ditolak bukanlah kehinaan, hanya ladang kesabaran yang insyaAllah menjadi taman-taman berbunga cantik pahala. Daripada menunggu yang tak pasti, tak pasti agamanya ,tak pasti akhlaknya. Bahkan tak pasti pula datangnya. Memalukan! Tradisi mengajarkan kita demikian. Perempuan yang menawarkan diri untuk menikah pada laki-laki dianggap tidak tahu kesopanan. “Kaya ngga laku aja” atau “Kegatelan banget sih cewenya”. Komentar seperti itu sungguh kejam dan tidak adil. Apakah memalukan untuk menggenapkan setengah dien, separuh agama? Adakah dalam ingatan Anda, ibadah yang melebih setengah agama? Sementara perempuan yang berseliweran berboncengan, nonton berduaan, di café-cafe berpegangan tangan adalah hal yang dianggap hal biasa. Sudah jelas, kebenaran dan kemuliaan tidak terletak pada pendapat orang kebanyakan. Ada juga yang mengemas pemikiran kuno itu dengan bentuk yang tampaknya lebih elegan “ Kalau imannya kuat, pasti dia akan sabar menunggu ikhwan datang melamarnya” Hhh..saya hanya bisa menarik nafas panjang sambil menuturkan cerita ini. Anas ibnu Malik, Radhiyallahu ‘Anhu berkata: Ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Ia menawarkan dirinya kepada Rasulullah “Apakah engkau membutuhkan diriku?”. Anak perempuan Anas hadir dan mendengar kata-kata wanita itu, lalu berkata ”Alangkah memalukan dan betapa buruknya”. Mendengar itu, sang ayah (Anas ibnu Malik) menyahut ”Dia jauh lebih baik darimu nak. Wanita itu mencintai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menawarkan dirinya kepada beliau” (HR Al Bukhari). Dengarlah, dia jauh lebih baik dari kamu! Atau bahkan ada beberapa “oknum” ikhwan yang entah dari mana mendapat generalisir ini “Kami,para ikhwan, pada hakikatnya punya insting memburu, dan aneh sekali bila akhowat yang mendekati” Coba tengok lagi cerita tadi, adakah Rasul berkata “wahai wanita, aku seorang laki-laki, tidak pantas bagimu menawarkan diri”? Dan bisakah sekarang Anda menjawab, wahai lelaki, siapakah engkau dibanding Rasulullah?? Ohya, perlu sekali saya tekankan, saya tidak sedang bicara tentang “nembak” dengan senjara berlaras itu lho…Ngerti aja kan? Tapi juga bukan tentang “nembak” seperti yang muncul di reality show yang mengklaim dirinya reality show cinta pertama di Indonesia itu. Sungguh, bukan itu. Kalau nembak jenis itu sih, saya sangat berharap Anda sudah mengerti tentang ketidakbenarannya. Nembak yang mulia bukan aplikasi kreatif ketidaksabaran, kekonyolan dan maaf, agak tidak tahu malu terhadap pelanggaran perintah Allah seperti itu dan jauh sekali dengan ikatan suci pernikahan. Tapi sssttt, katanya rating acara itu selalu tinggi. Anda tidak termasuk salah satu yang menaikkannya kan? Ohya (lagi), saat perempuan mengajukan diri untuk menikah, itu juga harus melalui pertimbangan dan cara-cara yang mulia. Ga mungkin dong, ketemu di perempatan lalu langsung minta dinikahi? Hehehe.. Bisa dengan minta diwakilkan orangtua, atau lewat orang-orang sholeh yang bisa dipercaya. Dan sudah seharusnya ada musyawarah sebelumnya dengan mereka dalam hal pemilihan calon agar sisi subjektif dapat dikendalikan. Misalnya karena dilihat cakep, sarjana, mapan kerjanya, kita menjadi lupa pada sisi akhlaknya yang pas-pasan. Tidak salah sih bila menginginkan ikhwan ganteng, pinter dan sebagainya tapi pertimbangan agama dan akhlaknya haruslah yang utama. Hasan bin Ali berkata “ Nikahkan puterimu dengan orang yang bertakwa. Sebab bila ia mencintainya pasti akan menghormati dan memuliakannya dan bila ia tidak mencintainya pasti ia tidak akan menzhaliminya” Sambil berikhtiar, jangan lupa sholat Istikhoroh berulang kali. Petunjuk Allah adalah kemestian yang mesti dimohon selalu. Agar kita tidak menjadi hamba yang disindir Allah lewat ayat ini. …boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (Al Baqarah :216) Kadang sebenarnya, bukan karena ketidaktahuan yang membuat para ikhwan melambatkan pernikahan. Tapi semata karena ketidakpedean terutama masalah mahar dan ma’isyah. Nah, akhowat yang seyogyanya juga ikut meyakinkan mereka bahwa Anda berani untuk menanggung bersama. Berani menjalani proses kehidupan apapun bentuknya. Kegembiraan, apalagi kesusahan. Anda berani, bukan? Ya, karena kadang ikhwan-ikhwan itu perlu dipecut agar tidak lagi menjadi pengecut. Agar mereka bertambah kuat iman kepada rezeki Robbnya dan tambah kreativitasnya. Pernikahan terbukti adalah salah satu bentuk media percepatan diri yang sangat efektif. Lalu, biarkan Allah membantu. Sudah ya, kita tutup dulu pembahasan ini. Sekarang waktunya menajamkan usaha memperbaiki diri dan memperkokoh niat. Memang perlu perjuangan untuk mengubah masyarakat dengan tradisi-tradisinya. Tapi setidaknya Anda tahu bahwa tradisi itu harus diubah. Dan Anda bisa memulainya lebih dahulu. Dalam suatu pertemuan, ada seorang teman berseloroh “ Jodoh itu di tangan Tuhan, tapi kalau tidak diambil-ambil, ya akan di tangan Tuhan terus” Hal itu tidak urun memancing tertawa teman-teman yang lain, termasuk saya juga. Tapi untuk anda, wahai perempuan, semoga kelakar tadi semakin menguatkan. *Published in Akhwat Modis Book, 2005*
di mana engkau, pangeranku?0 komentarSetelah sujud terakhir shalat malam yang panjang, Tunduk. Ada tetesan tak berbunyi bergulir di atas pipi. Kesunyian itu tiba-tiba datang lagi tanpa meminta izin lebih dahulu. Sebenarnya ada rasa malu mengakui, mengingat materi2 yang telah diterima setelah berdekatan dengan kajian Islam selama dua tahun. Bahkan sebagian sudah dinasehatkan kepada orang lain. "Muslimah itu harus berjiwa tegar, militan, jangan cengeng terhadap hal remeh". "Mengapa kader terbina masih mikirin soal cinta-mencinta, jodoh-menjodoh, bukan zamannya lagi!" Iya…iya..ngerti. Tapi, Ya Allah maafkan, aku tetap kesepian. Rindu dia pada yang belum diketahui namanya. Dia yang akan menggenapkan setengah dien bersama-sama. Dia yang akan dihormati, senyumi, cemberuti, dan dilembuti. Dia yang sepanjang perjalanannya akan saya temani. Hatiku menjerit pelan.."Di mana engkau pangeranku?" Allah, betapa ridho diri ini tunduk pada perintahMU, perintah menundukkan pandangan, perintah mengulurkan jilbab, perintah terus memperbaiki diri dari hari ke hari. Menanti janjiMu ádalah aliran air tersegar yang tak akan putus. "..Dan wanita2 yang baik ádalah untuk laki2 yang baik dan laki2 yang baik ádalah untuk wanita2 yang baik pula " (An Nuur:26) Tetapi, bolehkah hamba bercerita pada MU wahai Rabb? Bahwa hati ini begitu cepat terbolak-balik. Kadang ia kuat bak benteng kokoh, tapi sering pula ia rapuh bak rumah kardus di bawah kolong jembatan. Dan syaitan tahu itu, Ya Allah. Mereka begitu senagnya berlomba menggoda. Sehingga dalam penantian yang panjang ini, terselip pandangan yang belum halal, ada perkataan yang belum halal, ada usaha mencari perhatian yang belum halal. Ahh..., Kau tahu lebih dari yang hamba ceritakan. Allah, betapa takutnya hamba membuat Kau cemburu. Allah hamba tak mengerti, mengapa tak ada gerak dalam hati mereka untuk tidak terus memanjai angan2? Apakah terlalu berat ya Allah bagi mereka untuk mengambil kenikmatan yang Engkau janjikan? "Tak cukup mapan, masih kuliah, belum dapat izin orang tua" Alasan2 seperti itu apakah Kau bisa terima? Sementara seorang Sugiarto, nama lengkap Ato, seorang pembelajar sejati, sahabat kesayangan Aa Gym yang ditakdirkan bertubuh tidak lengkap. Lelaki yang berjalan terseok-seok hanya bertumpu dengan kakinya yang kecil. Lelaki yang harus bersusah payah untuk mengucapkan kata per kata itu berani mengambil keputusan. "Belhalap pa..da Allah sa…ja," ujarnya terbata2. Dan Allah memudahkan bagi mereka yang hanya memercayakan semua pada-Nya. Ato dan istrinya sekarang hidup tenang dalam kesahajaan dan mempunyai seorang anak, anak yang sehat! Sahabat, sesungguhnya cerita ini bukan untuk diri saya sendiri. Saat ini, di tengah malam ini, mari kita tengok ke jendela2 yang terbuka. Di atas ribuan sajadah, bersimpuh perempuan2 yang sedang merindu. Tetesan2 air mata mereka terus membasahi bumi, air mata mujahidah yang sangat takut tergelincir kepada kemaksiatan. Tak perih jua kah mereka melihatnya? Tak ada kah sepotong hati untuk meringankan beban itu? Dan sahabat, bila kau salah satu dari perempuan bersimpuh itu, sabarlah. Benar, tidak mudah. Tapi tidak ada yang salah dengan janji Nya. Janji Nya adalah keniscayaan terindah, walau itu harus kau tebus denagn kesabaran yang berdarah-darah. Jangan lelah muliakan dirimu. Bukan untuk dia. Juga bukan untuk dirimu sendiri. Tapi semata hanya untuk Rabb-Mu. Sungguh, itu bagian dari tarbiyah dengan cara yang berbeda. Dan Maha benar Allah, lelaki mulia itu akan datang atas nama kemuliaan pernikahan. Tanpa kau perlu teriaki, dia telah mendengar dengan kesediaan tertinggi akan seruan lembut Tuhan-Nya, yang disampaikan kepada hamba terkasih dan utusan-Nya. *Published in Akhwat Modis Book,2005* Untuk Apa Sekolah? (Renungan Di Hardiknas)0 komentar
Dialog Anak dan Ibu I
"Ma, Andi pengen uang banyak," celoteh seorang anak suatu hari pada ibunya. " Berarti, Andi harus sekolah, terus dapat kerja, dapat uang yang banyak deh," jawab ibunya ringan. Dialog Anak dan Ibu II "Bunda, Mira ingin kuliah," dengan wajah penuh harap, seorang gadis berkata dengan nada merayu. "Ibunya menjawab sambil mengibaskan tangannya. "Buat apa sekolah tinggi-tinggi, lihat tuh tetangga kita, capek-capek kuliah akhirnya cuma di dapur. Ngga penting sekolah, yang penting bisa cari duit!" Beginilah dialog yang terjadi di banyak rumah di negara kita. Lebih menyedihkan, kedua fragmen di atas adalah bagian keseharian kita yang sudah dianggap sangat biasa. Cermatilah dan bisa kita tarik garis dogmanya, sekolah untuk kaya dan bila tidak kaya sekolah adalah kesia-siaan belaka. Begitu, kan? Bisa jadi kita tersentak sesaat, paradigma seperti itu ternyata juga sudah lama mengendap di otak kita. Tak heran, wajah buram pendidikan Indonesia yang masih akan buram karena anggaran pendidikan seebsar 20 persen dari APBN begitu berat untuk dikabulkan, terus berlanjut. Pelajar yang merasa bakal sulit dapat kerja setelah lulus akhirnya sekolah malas-malasan. Atau pilihan lain, mereka berduyun-duyun mengikuti kontes dangdut yang menawarkan imbalan besar secara instan daripada berlama-lama kuliah di universitas. Begitu pula masyarakat, saat ada sarjana yang rela mengajari anak-anak pedalaman atau hanya mengurus keluarga agar menjadi keluarga berakhlak baik, tapi tidak mempunyai pekerjaan tetap di kantoran dianggap gagal. Karena, motivasi pendidikan hanya itu. Sebatas nilai rupiah. Hal inilah yang kita sadari atau tidak sudah diakarkan kuat-kuat oleh lingkungan, negara dan masyarakat dunia yang sudah tercelup oleh warna kapitalisme. Suatu parameter yang lemah, tidak kekal dan tidak bermanfaat besar untuk siapa-siapa. Penguasa sebenarnya sangat mendapat poin strategis dalam hal ini. Kalau boleh dibilang dengan kalimat yang lebih lugas, mereka yang harus bertanggungjawab untuk mengalihkan pendidikan money oriented yang kita alami selama ini. Dengan dipenuhinya sarana pendidikan, perbaikan sistem dan penghargaan yang tinggi kepada pendidik akan sangat berdampak pada kualitas keluarannya. Contohnya, kurikulum pendidikan yang terlalu teoritis, penuh hafalan dan kesimpulan berperan melahirkan pengangguran tanpa keterampilan post sekolah. Atau pendidikan yang dibawakan dalam suasana materialistis akan membentuk generasi lembek tidak berenergi, hobi mengutamakan kepentingan dirinya sendiri, dan hanya mampu mengukur segalanya dari keuntungan materi. Untuk memperbaikinya, tentu tidak lain posisi penguasa (pemerintah) ini harus diiisi oleh orang soleh yang faham benar bagaimana menghargai pendidikan. Orang adil dan amanah yang berwenang mengeluarkan kebijakan yang betul-betul bijak, bisa kita munculkan melalui partai politik. Kita dapat berpartisipasi untuk memilih mereka. Jadi, jangan alergi pada parpol. Semoga tulisan ini tidak terlalu menghakimi, tetapi diharapkan menjadi sedikit inspirasi untuk melihat ilmu dengan cara pandang baru. Ilmu terlalu tinggi harganya kalau hanya dinilai dari kacamata uang dan dunia. Kalau ada keuntungan ekonomi berdasarkan kapasitas ilmu, tentu saja itu efek samping yang berhak kita terima. Tapi sekali lagi, terlalu dangkal bila itu sudah menjadi tujuan dan arah. Dialog Anak dan Anda "Nak, mau kuliah di mana?" Anda bertanya. "Ah buat apa kuliah, belum tentu jadi kaya," jawab anak Anda dengan maalas. "Sekolah tinggi bukan untuk kaya. Ilmu itu untuk mengangkat derajatmu di sisi Allah, dan agar kau menjadi manusia yang paling bermanfaat untuk manusia lain. Untuk kekayaan yang sesungguhnya, anakku," jawab Anda. Tapi, izinkan saya bertanya: "Begitukah jawaban Anda?" *Published in Banjarmasin Post, 2 Mei 2006* Di sinilah ketenangan itu..0 komentar Tuesday, October 27, 2009
Totto Chan heran. Belum pernah dia mendengar ada orang berkata anak laki-laki harus menghargai anak perempuan. Setahunya anak laki-lakilah yang terpenting.
Dalam keluarga yang dia tahu anaknya banyak, anak laki-laki selalu dilayani lebih dahulu waktu makan dan saat minum teh sore. Kalau anak perempuan memprotes, ibu mereka akan berkata: “Anak perempuan hanya untuk dipandang, bukan untuk didengar!” Keheranan Toto Chan dalam buku yang ditulis Tetsuko Kuroyanagi itu menggambarkan suasana riil Jepang pada 1940-an. Coretan sejarah di mana perempuan dimarginalkan dengan sangat parah. Kiranya, trauma diskriminasi itu masih tertoreh di lembaran kekinian negara kita. Orang-orang berbicara mengenai menyatukan perempuan dalam pembangunan yang disebut dengan pendekatan perempuan di dalam pembangunan (women in development), yang bertujuan memenuhi kebutuhan perempuan dan menggunakan kemampuan dan keahlian tradisional perempuan untuk mencapai tujuan pembangunan. Namun ditemukan bahwa kebijakan dan programnya sebatas tertuju kepada subordinasi dan area penindasan perempuan, tidak mempertanyakan pemikiran dan program pembangunan. Perencana mengasumsikan, bahwa program pembangunan secara otomatis akan menguntungkan semua anggota masyarakat. Tetapi asumsi itu tampak tidak valid hampir di setiap tempat. Perempuan dianggap sebagai kaum terbelakang, kaum tertindas dan objek dari suatu pelaksanaan pembangunan. Perempuan lebih sering dijadikan sebagai pelengkap. Dengan demikian ketika terdapat subjek yang memang pas, cocok, maka tidak heran yang berstatus sebagai pelengkap tidak diperhitungkan eksistensinya. “Sesungguhnya perempuan adalah belahan tak terpisahkan dari lelaki.” (HR Ahmad dan Al baihaqi) Allah mengangkat dan menjadikan kaum perempuan setingkat kaum pria, karena itu keduanya memiliki identifikasi dalam kelahirannya. Adanya spesialisasi kodrat antara kaum perempuan dengan laki-laki, bukanlah sebentuk diskriminasi syariat Islam terhadap perempuan. Adanya perbedaan itulah, keduanya akan saling melengkapi dalam tanggung jawab mewujudkan tujuan luhurnya agar mereka rida terhadap apa yang telah ditetapkan Allah SWT. Sebagaimana firman Nya “Janganlah kalian iri hati dengan apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain, (karena) bagi laki-laki ada bagian yang mereka usahakan dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan.” (QS An Nisa:3). Itulah kesetaraan terindah, kebersamaan paling tenang. Kebersamaan dalam kesalihan. Siapakah yang menafikan itu? Apakah mereka yang menyanjung perempuan, mengangkatnya sampai langit, pujian tanpa makna sekadar untuk memanfaatkan kecenderungan perempuan yang perlu ungkapan mesra? Sungguh berkilau dan menyilaukan istilah yang mereka sebut feminisme itu. Tetapi bahkan Kartini, yang didaulat --entah oleh siapa-- sebagai ‘ratu emansipasi’ sadar dalam kecerdasannya bahwa ada yang perlu diluruskan seperti suratnya kepada Ny abendanon, 27 oktober 1902. Surat itu menyatakan: Sudah lewat masanya. Tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, yang tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang baik dan indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban? Di manakah muslimah diperkenankan berkiprah? Perempuan bukan makhluk pingitan. Risalah Islam turun untuk meluruskan dua kutub ekstrem menyikapi perempuan. Menisbahkan perempuan sebagai sosok yang bisa dinikmati oleh pandangan syahwat lelaki di mana pun dan kapan pun, adalah kezaliman terhadap mereka. Sebagaimana memagari mereka di sudut ruangan yang sempit, tidak mengizinkannya keluar dan berpartisipasi dalam kehidupan publik sedikit pun. Itu juga kezaliman di sisi lain. Deretan shahabiyah seperti Syifa binti Abdullah yang berperan sebagai dokter, Ummul Ala sebagai perawat, Ummu Mubasyisyir al Anshariyyah yang seorang petani sukses dengan kebun kurmanya yang luas, Khadijah binti Khuwailid, seorang niagawati internasional cukuplah bukti untuk kita dari belasan abad lalu bahwa perempuan mempunyai potensi yang tak layak diredam. Ustad HM Anis Matta cukup utuh mendeskripsikan arti perempuan berikut: Dalam pola kehidupan nomaden, perempuan adalah bunga di tengah hutan belantara. Tapi dalam pola kehidupan kota, perempuan adalah bunga di tengah taman. Peradaban kita menjadi indah ketika kita berempu pada perempuan. Sebab perempuan, seperti kata HAMKA adalah per-empu-an peradaban atau tempat bersandar. Perempuan seperti kata Alquran, adalah tempat kita menemukan ketenangan. *Published in Banjarmasin Post, 4 september 2009 Jalan sunyi0 komentar Sunday, October 25, 2009Jalan menuju Tuhan acap kali asing di mata kita kalaupun bukan kita salah pahamkan. Para pejalan yang melintasinya akan menemukan kesunyian, tercampak dari orang ramai meskipun sang pejalan tak lelah-lelahnya bersikeras merengkuh mereka.1 Sholat kali ini adalah ke sekian kalinya aku akhiri dengan tundukan terdalam. Mencoba mengurai benang-benang kenangan yang tampaknya sudah kusut. Mencari secuil harapan, semoga kutemukan simpul untuk membantu menguatkan. Mengapa setiap waktu tidak pernah sama? Ada saja yang menghilang tercecer tanpa tersadari. Mana semangat itu? Kemana aku harus memintanya? ![]() Kemudian setelah beberapa lama, kulihat ke belakang tapak-tapak yang telah kulalui. Ya Tuhan, tak ada yang berubah atau perubahan itu begitu samar sehingga tak nampak di mata siapa saja. Tak ada yang peduli, apalagi menyalakan sumbu lentera di rumahnya. Aku terengah-engah menggenggam nafas satu demi satu. Penat. Berairmata. Apakah ini sia-sia? Maka kumohon, izinkan aku bersandar sebentar di pohon plum tua ini. Biarkan dulu aku sembunyi.. Aku masih terlalu takut untuk bermimpi lagi. Dan di mana mereka? Mereka yang dulu selalu menawarkan bunga. Yang membawakanku manisan Cherry sambil bercerita tentang kisah-kisah persaudaraan yang menakjubkan. Saat itu aku begitu percaya. Entah sekarang, kukira aku perlu memikirkannya lagi. Atau apakah karena mereka menganggap aku sudah punya sayap sehingga tak memerlukan siapapun lagi? Seandainya mereka tahu, ingin kubisikkan, sayap ini tak selalu sempurna, ada luka-luka di setiap sudutnya. Seandainya mereka bisa merasakan, tidak hanya memerlukan sayap untuk terbang tinggi, tapi juga hati. Beginikah memang suratannya, bahwa di sini tak ada hingar bingar menggempitakan telinga. Bahwa aku harus kuat melebihi kekuatanku sendiri sehingga aku tak boleh meminta pada manusia. Hanya memberi,memberi dan memberi . Beginikah wahai Allah, rasanya jalan menuju surga-Mu? Bila benar, aku mohon tunjuki pada arah jalan-Mu. Biarkan aku untuk menjadi bagian yang menegakkannya, seletih apapun itu. Jangan biarkan gerak-gerak kecewa hembusan syaitan meluluhlantakkan secabik iman. Kuatkan aku untuk terus berjalan dengan telapak berdarah, namun dengan mata terbuka agar bisa selalu kulihat di depanku keindahan kasih sayang-Mu. Pada tiap tetes duka, tiap sayat rindu, tiap lara sendu, tiap perih sepi, aku tahu Engkau punya segala jawabnya. Maka ajarilah aku untuk mengerti bahasa-Mu. Bila untuk memenangkan cahaya-Mu, aku harus menjadi orang yang terasing dalam kedinginan salju beku, biarlah begitu. Bila nanti ada saatnya akan hanya ada satu orang yang bertahan dalam kesendirian menekuri kalimat-Mu, bersabar di kesepian jalan Mu ketika dunia menganggap ia dan mimpinya adalah pasangan gila sejati, maka izinkanlah itu aku. Dan tolong sampaikan duhai Robb yang menguasai hamba-hambaNya, salamku kepada musafir-musafir pejuang agama-Mu yang bergerak dengan sunyi, yang beramal dengan sepi, yang kokoh dalam hancurnya hati, yang terus memberi tanpa henti. Merekalah manusia-manusia terpilih yang tak kan Kau biarkan sendiri. Laa takhaf wa laa tahzan! Jangan takut dan jangan bersedih. Sungguh, ada Allah, kepadanya kita berharap dan Dialah sahabat yang selalu dekat. Sekeping hati dibawa berlari Jauh melalui jalan yang sepi Jalan kebenaran indah terbentang Di depan matamu para pejuang 2 ***
-----------------------------------------------------by.Martina Rahmi u can also find this is written in my book: ![]() Aca ca fighting0 komentar Thursday, January 4, 2007
ACA CA FIGHTING!
:Martina Rahmi: Tak ada manusia yang bisa menahan laju umurnya. Dikehendaki atau tidak, kehidupan terus berlangsung menambah beban hari dalam perjalanannya. Bayi menjadi anak kecil, anak kecil menjadi remaja, remaja menjadi dewasa, dewasa menjadi tua dan seterusnya. Juga ketika harus menyandang gelar manusia bergolongan pemuda, itu juga bukan pilihan. Suatu saat tiba-tiba saja kita tersadar bahwa kita sudah menjadi pemuda. Dan menjadi pemuda adalah suatu yang berat bila dapat difahami bahwa pemuda tidak hanya berdefinisi umur sekian sampai sekian, namun terutama adalah karena tugas-tugas di bahunya. Ada yang sudah dari jauh hari menyiapkan diri untuk menyambut kedatangannya. Mereka dari dini sudah menambah ilmu dan informasi, mengikuti kajian-kajian, belajar mengambil tanggung jawab dan mulai memberanikan diri keluar dari “comfort zone” atau Zona nyaman mereka selama ini. Mereka sudah bersiap-siap hidup bukan untuk kesenangan pribadi mereka semata. Jenis pemuda seperti ini tidak akan terkejut banyak lagi setelah menapaki usia pemuda sesungguhnya. Sebaliknya, mereka bahkan sudah matang untuk berdaya guna bagi diri mereka sendiri dan orang lain. Namun tidak bisa dinafikan, begitu banyak yang menanggung nama pemuda tanpa diiringi kesiapan melaksanakan konsekuensinya. Usia mereka mendahului kedewasaan mereka, atau lebih tepatnya kedewasaan mereka jauh tertinggal di belakang usia mereka. Jiwa dan sikapnya masih dicoraki dominan oleh kemanjaan anak kecil walau dalam bentuk yang berbeda. Masih saja menuntut hak tanpa ingat kewajiban, masih saja suka mengutuki keadaan tanpa ada usaha mengubahnya, masih terlena oleh kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh orang lain, tidak ada kreatifitas dan inovasi berdikari, masih ingin selalu dibenarkan alasan-alasan pembenaran dirinya dan masih berfikiran bahwa segala hal yang tidak menyangkut kepentingan pribadinya adalah sama sekali bukan urusannya. Pemuda seperti ini adalah jenis pemuda yang akan menarik selimut cepat-cepat dan menutupkan bantal kuat-kuat ke telinga ketika mendengar berita masalah-masalah di sekitarnya. Mereka ingin hidup tenang dengan ketidaktahuan dan ketidakperdulian itu. Maka bagaimanakan tugas pemuda sebagai agent of change (agen perubah) dilaksanakan bila pengembannya adalah manusia yang tidak mau tahu dan tak pernah merasa ada yang perlu diubah? Dan duhai, bangsa kita memiliki banyak mereka. Sesungguhnya, negara ini merindukan kaum pemuda yang cemas. Pemuda-pemuda yang cemas hatinya ketika menyaksikan arus keterbelakangan, kemiskinan, kenestapaan dan kerusakan sosial bangsanya. Sehingga, terpecut fikirannya untuk segera mencari konsep, jalan terbaik dan secepatnya bergerak menuju pintu keluar, sekecil apapun langkah yang bisa ia tempuh. Pemuda. Begitu banyak yang dimilikinya. Sigapnya jasad, segarnya otak, hormon-hormon yang masih bekerja aktif dan dinamitas yang dikaruniakan Allah adalah modal besar untuk pemuda. Namun sayang, tidak banyak yang bisa menggunakannya secara benar, apalagi optimal. Seperti narkoba dan free sex, begitu banyaknya yang berasal dari rasa keingintahuan. Tawuran dan perkelahian, begitu juga. Ia sering bentuk ekspresi dari keloyalan dan keaktifan. Sungguh, suatu potensi yang andai dikelola dengan benar, akan bisa menjadi kekuatan besar. Karakter seperti ini sebenarnya tidak terbentuk karena faktor pemuda sendiri saja. Namun lingkungan juga memiliki porsi besar dalam mewarnainya. Masyarakat masih sering berbicara bahwa “pemuda sukses adalah pemuda yang kaya” sehingga tidak sengaja tujuan hidup pemuda terarahkan kepada lembaran-lembaran uang semata. Minat ingin mengetahui, meneliti dan memberi tertutupi oleh kebutuhan-kebutuhan materi, sehingga ide-ide itu tersimpan mengeriput di ujung hati saja. Media massa juga adalah bagian khusus dari lingkungan yang ikut membantu kampanye sikap statis ini. Mereka lebih sering menceritakan keputusasaan akan masalah bangsa dan lebih suka menayangkan gambaran hidup penuh kesenangan yang sebenarnya hanya dimiliki segelintir orang. Sangat jarang sekali ditampilkan misalnya, tentang penghargaan bagi perjuangan seseorang yang begitu tabah dan tangguh dalam memperjuangkan kebaikan untuk masyarakat. Dan pemuda kita semakin meringkuklah, menjadi penentu bangsa tampak sangat jauh dari genggaman karena merasa tidak punya apa-apa dan tidak tahu ke mana. Sehingga, dipilihlah pilihan yang paling mudah: Menjadi orang biasa-biasa saja. Namun sejarah memperlihatkan ada pengecualian-pengecualian di setiap zaman. Al-Fatih Murad, seorang pemuda yang pada usianya baru 23 tahun telah dapat mewujudkan cita-cita bangsanya selama 8 abad: Pembebasan konstatinopel dari penjajahan Romawi. Imam Syahid Hasan Al-Banna, pada usia muda telah menjadi pembaharu yang begitu cemerlang di negaranya dan menjadi inspirasi bagi dunia. Dan dari negara kita sendiri, Jonathan, seorang pemuda yang mencengangkan tidak hanya bagi negara-negara lain, tapi bahkan bagi negaranya sendiri. Ia, seseorang yang berasal dari Negara penuh masalah, berhasil mendapat gelar tertinggi, The absolute winner Olimpiade Fisika yang diadakan di Singapura baru-baru ini. Apa yang membedakan mereka? Semangat. Semangat yang ditumbuhkan harapan demi harapan. Harapan akan perbaikan, harapan akan cita-cita tinggi, harapan akan perubahan. Mungkin kebanyakan orang sudah menganggap keadaan adalah kodrat yang tak bisa diubah, namun pemuda unggulan tidak berfikir menurut orang kebanyakan. Baginya, haram untuk kalah sebelum berjuang, kunci perubahan ada di tangan manusia dan ia dengan sigap mengambil peran di dalamnya. Dan sumber harapan dari segala harapan adalah Dia. Ya, dengan meyakini janji-janji-Nya, visi kehidupan akan menjadi jelas, lurus dan tidak gamang. Dia juga muara semangat yang airnya tak pernah habis. Karena ia tahu bahwa kewajibannya hanya berjuang, berhasil atau tidak, itu adalah sunatullah yang sama sekali bukan urusannya. Mungkin semangat bukan segalanya, namun ia bagian penting dari perjuangan. Seperti saya misalnya dalam hal tulis menulis. Sebenarnya banyak cara dalam menyelesaikan tulisan dengan konsisten, tapi bagi saya, saya harus menentukan judul lebih dahulu sebagai motor semangat, sehingga saya diarahkan untuk terus menulis. Tulisan ini terlalu muluk bila dibilang sebagai salah satu wacana solusi namun cukup bagi saya bila ada satu-dua hati tersentuh dan mulai berani menentukan “judul” perjuangannya masing-masing. Dan mari kita berseru bersama-sama Ji En, tokoh utama di serial Full House itu yang berusaha bertahan dalam kisruh rumah tangganya dengan kalimat ini: A ca ca Fighting! Bersemangat! ----- fin.lomb.pen.kep.nas:)-----
Subscribe to:
Posts (Atom)
![]() About MeRecent CommentsLabels
Annyyeong! |