IKHWAN GENIT






Ikhwan, istilah yang selalu memberi kesan berbeda. Walaupun artinya sama, tetap laki-laki atau pria atau sebagainya. Namun tetap saja ada kekhususan di balik kata itu. Kata ikhwan masíh digunakan oleh kalangan terbatas, dan untuk para laki-laki yang terbatas pula. Laki-laki yang mengikuti kajian Islam secara intensif (ngaji) dan terlibat dalam alur dakwah sajalah yang biasa diberi sebutan ini. Ada yang mengatakan ini adalah pengangkatan derajat yang superficial dan dangkal, karena kita tidak bisa menilai seseorang dari tampilan fisik belaka.
Apakah hanya dengan berjanggut atau celana di atas mata kaki bisa membuat seseorang dinobatkan laki-laki yang paling baik? Hal ini akan menguatkan keeksklusifan generasi dakwah di masyarakat. ada pula yang berpendapat pengistilahan tersebut akan berdampak ternodanya keikhlasan pengemban gelarnya.
Saya menghargai para ikhwan itu. Mereka yang berani memikul tanggung jawab, yang bukan berbangga tetapi merasa lebih adanya penjagaan diri dengan nama itu. Mereka yang siangnya selalu disibukkan dengan semangatnya untuk berpikir dan berpeluh-peluh belajar, ngaji syuro, dauroh, memperjuangkan dakwah dan malamnya tepekur dalam zikir-zikir syahdu dan tersedu-sedu meminta ampunan atas dosa-dosanya.
Jangan berpikir saya menulis tentang ini karena saya sedang menyukai ikhwan tertentu. Bukan, sungguh bukan. Namun, saya harus menceritakan bahwa langit tak selalu biru. Ada saja kelabu yang membuat kecewa. Suatu hari, saya pernah dihubungi seorang ikhwan yang katanya ingin menyambung silahturahmi. Walau dengan terbingung-bingung dalam rangka apa, saya berusaha berbaik sangka sekuat-kuatnya bahwa ia hanya ingin melebarkan relasi dakwah. Kami sering berdiskusi panjang lebar tentang perkembangan dakwah, keadaan politik dan sebagainya. Namun, baik sangka tersebut ternyata berbuah komunikasi-komunikasi berikutnya. Sampai pertanyaan yang tidak perlu pun terluncurkan dengan seringnya. Seperti, saya lagi apa? Apakah saya sudah makan? Perhatian-perhatian gencar seperti itu yang sangat berpotensi merusak hati yang memberi atau menerimanya. Dan puncaknya, satu saat ia bilang bahwa dia sayang saya dan berjanji ingin menikahi saya.
Tercenunglah saya. Bukan, bukan merasa bahagia karena merasa disayangi, tapi saya disadarkan dengan pahit untuk harus mengevaluasi diri, apakah saya yang begitu membuka diri sehingga ia seberani itu? 

Dalam kesedihan itu, AllahuAkbar, allah menakdirkan saya tahu belangnya dengan telinga dan mata saya sendiri. Ternyata dia juga mencoba memikat banyak akhwat sekaligus. Dengan modus operandi yang sama. Dia gunakan label ikhwan itu untuk mendekati target akhwat-akhwat yang disukainya. Dan sangat disayangkan, tak satu-dua akhwat yang akhirnya terpikat denagn “keikhwanannya” itu, dan ikut tergelincir mengikuti langkah tipuan syaitan.
Na’udzubillah….. Seorang ikhwan memang bukan malaikat sempurna, kadang ia tergelincir dan berbasah kealpaan. Ditambah lagi tak hentinya kelompok syaitan yang mengikuti dari segala penjuru. Sungguh menjadi pejuang agama Allah tidaklah mudah! Untuk mereka, tak henti saya berdoa semoga Allah selalu menjaga dalam rentang panjang jalan keimanan ini.

Tapi bila ada penjahat-penjahat bercap palsu nama ikhwan, yang memanfaatkan jamaah ini untuk kepentingan pribadinya, untuk kesenangannya, maka mohon maaf lahir batin, menjauhlah dari sini, ikhwan genit!! Duduklah dengan tenang disinggasana nafsumu, bersiap-siap sajalah menyambut wanita genit yang bercap palsu, wanita yang juga sepertimu suka mencari perhatian dan senang menggoda. Allah telah mempersiapkan ia khusus untukmu.

“Wanita2 yang keji adalah untuk laki2 yang keji, dan laki2 yang keji adalah untuk wanita2 yang keji (pula)..” (an nuur: 26)


*Published in Akwat Modis Book, 2005*

3 komentar:

Post a Comment