Aca ca fighting

ACA CA FIGHTING!

:Martina Rahmi:

Tak ada manusia yang bisa menahan laju umurnya. Dikehendaki atau tidak, kehidupan terus berlangsung menambah beban hari dalam perjalanannya. Bayi menjadi anak kecil, anak kecil menjadi remaja, remaja menjadi dewasa, dewasa menjadi tua dan seterusnya.
Juga ketika harus menyandang gelar manusia bergolongan pemuda, itu juga bukan pilihan. Suatu saat tiba-tiba saja kita tersadar bahwa kita sudah menjadi pemuda. Dan menjadi pemuda adalah suatu yang berat bila dapat difahami bahwa pemuda tidak hanya berdefinisi umur sekian sampai sekian, namun terutama adalah karena tugas-tugas di bahunya.
Ada yang sudah dari jauh hari menyiapkan diri untuk menyambut kedatangannya. Mereka dari dini sudah menambah ilmu dan informasi, mengikuti kajian-kajian, belajar mengambil tanggung jawab dan mulai memberanikan diri keluar dari “comfort zone” atau Zona nyaman mereka selama ini. Mereka sudah bersiap-siap hidup bukan untuk kesenangan pribadi mereka semata. Jenis pemuda seperti ini tidak akan terkejut banyak lagi setelah menapaki usia pemuda sesungguhnya. Sebaliknya, mereka bahkan sudah matang untuk berdaya guna bagi diri mereka sendiri dan orang lain.
Namun tidak bisa dinafikan, begitu banyak yang menanggung nama pemuda tanpa diiringi kesiapan melaksanakan konsekuensinya. Usia mereka mendahului kedewasaan mereka, atau lebih tepatnya kedewasaan mereka jauh tertinggal di belakang usia mereka. Jiwa dan sikapnya masih dicoraki dominan oleh kemanjaan anak kecil walau dalam bentuk yang berbeda. Masih saja menuntut hak tanpa ingat kewajiban, masih saja suka mengutuki keadaan tanpa ada usaha mengubahnya, masih terlena oleh kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh orang lain, tidak ada kreatifitas dan inovasi berdikari, masih ingin selalu dibenarkan alasan-alasan pembenaran dirinya dan masih berfikiran bahwa segala hal yang tidak menyangkut kepentingan pribadinya adalah sama sekali bukan urusannya. Pemuda seperti ini adalah jenis pemuda yang akan menarik selimut cepat-cepat dan menutupkan bantal kuat-kuat ke telinga ketika mendengar berita masalah-masalah di sekitarnya. Mereka ingin hidup tenang dengan ketidaktahuan dan ketidakperdulian itu. Maka bagaimanakan tugas pemuda sebagai agent of change (agen perubah) dilaksanakan bila pengembannya adalah manusia yang tidak mau tahu dan tak pernah merasa ada yang perlu diubah? Dan duhai, bangsa kita memiliki banyak mereka.
Sesungguhnya, negara ini merindukan kaum pemuda yang cemas. Pemuda-pemuda yang cemas hatinya ketika menyaksikan arus keterbelakangan, kemiskinan, kenestapaan dan kerusakan sosial bangsanya. Sehingga, terpecut fikirannya untuk segera mencari konsep, jalan terbaik dan secepatnya bergerak menuju pintu keluar, sekecil apapun langkah yang bisa ia tempuh.
Pemuda. Begitu banyak yang dimilikinya. Sigapnya jasad, segarnya otak, hormon-hormon yang masih bekerja aktif dan dinamitas yang dikaruniakan Allah adalah modal besar untuk pemuda. Namun sayang, tidak banyak yang bisa menggunakannya secara benar, apalagi optimal. Seperti narkoba dan free sex, begitu banyaknya yang berasal dari rasa keingintahuan. Tawuran dan perkelahian, begitu juga. Ia sering bentuk ekspresi dari keloyalan dan keaktifan. Sungguh, suatu potensi yang andai dikelola dengan benar, akan bisa menjadi kekuatan besar.
Karakter seperti ini sebenarnya tidak terbentuk karena faktor pemuda sendiri saja. Namun lingkungan juga memiliki porsi besar dalam mewarnainya. Masyarakat masih sering berbicara bahwa “pemuda sukses adalah pemuda yang kaya” sehingga tidak sengaja tujuan hidup pemuda terarahkan kepada lembaran-lembaran uang semata. Minat ingin mengetahui, meneliti dan memberi tertutupi oleh kebutuhan-kebutuhan materi, sehingga ide-ide itu tersimpan mengeriput di ujung hati saja. Media massa juga adalah bagian khusus dari lingkungan yang ikut membantu kampanye sikap statis ini. Mereka lebih sering menceritakan keputusasaan akan masalah bangsa dan lebih suka menayangkan gambaran hidup penuh kesenangan yang sebenarnya hanya dimiliki segelintir orang. Sangat jarang sekali ditampilkan misalnya, tentang penghargaan bagi perjuangan seseorang yang begitu tabah dan tangguh dalam memperjuangkan kebaikan untuk masyarakat. Dan pemuda kita semakin meringkuklah, menjadi penentu bangsa tampak sangat jauh dari genggaman karena merasa tidak punya apa-apa dan tidak tahu ke mana. Sehingga, dipilihlah pilihan yang paling mudah: Menjadi orang biasa-biasa saja.
Namun sejarah memperlihatkan ada pengecualian-pengecualian di setiap zaman. Al-Fatih Murad, seorang pemuda yang pada usianya baru 23 tahun telah dapat mewujudkan cita-cita bangsanya selama 8 abad: Pembebasan konstatinopel dari penjajahan Romawi. Imam Syahid Hasan Al-Banna, pada usia muda telah menjadi pembaharu yang begitu cemerlang di negaranya dan menjadi inspirasi bagi dunia. Dan dari negara kita sendiri, Jonathan, seorang pemuda yang mencengangkan tidak hanya bagi negara-negara lain, tapi bahkan bagi negaranya sendiri. Ia, seseorang yang berasal dari Negara penuh masalah, berhasil mendapat gelar tertinggi, The absolute winner Olimpiade Fisika yang diadakan di Singapura baru-baru ini.
Apa yang membedakan mereka? Semangat. Semangat yang ditumbuhkan harapan demi harapan. Harapan akan perbaikan, harapan akan cita-cita tinggi, harapan akan perubahan. Mungkin kebanyakan orang sudah menganggap keadaan adalah kodrat yang tak bisa diubah, namun pemuda unggulan tidak berfikir menurut orang kebanyakan. Baginya, haram untuk kalah sebelum berjuang, kunci perubahan ada di tangan manusia dan ia dengan sigap mengambil peran di dalamnya.
Dan sumber harapan dari segala harapan adalah Dia. Ya, dengan meyakini janji-janji-Nya, visi kehidupan akan menjadi jelas, lurus dan tidak gamang. Dia juga muara semangat yang airnya tak pernah habis. Karena ia tahu bahwa kewajibannya hanya berjuang, berhasil atau tidak, itu adalah sunatullah yang sama sekali bukan urusannya.
Mungkin semangat bukan segalanya, namun ia bagian penting dari perjuangan. Seperti saya misalnya dalam hal tulis menulis. Sebenarnya banyak cara dalam menyelesaikan tulisan dengan konsisten, tapi bagi saya, saya harus menentukan judul lebih dahulu sebagai motor semangat, sehingga saya diarahkan untuk terus menulis.
Tulisan ini terlalu muluk bila dibilang sebagai salah satu wacana solusi namun cukup bagi saya bila ada satu-dua hati tersentuh dan mulai berani menentukan “judul” perjuangannya masing-masing.
Dan mari kita berseru bersama-sama Ji En, tokoh utama di serial Full House itu yang berusaha bertahan dalam kisruh rumah tangganya dengan kalimat ini: A ca ca Fighting! Bersemangat!
----- fin.lomb.pen.kep.nas:)-----

0 komentar:

Post a Comment