NEMBAK DULUAN? Jangan Takut!

“Yang pasti-pasti aja!”
Ingat slogan iklan TV ini? Bukan untuk mempromosikan minuman produk Amerika yang membantu kaum zionis Israel itu, tapi dalam kalimat ini, saya sependapat. Betapa banyak hal di dunia ini yang tidak pasti dan sangat rawan untuk terus difikirkan. Angan-angan berpanjangan bisa meluap dari situ. Baik, langsung saya spesifikkan, misalnya dalam mencari pasangan hidup.
Seorang perempuan yang sudah baligh sebenarnya adalah adalah kewajiban wali, orangtuanya lah untuk menikahkan dengan laki-laki yang sholeh. Alternatif lain, kumpulan orang-orang shaleh di sekitarnya bisa menggantikan peran itu. Tapi tidak selalu dua kondisi itu bisa digenapkan. Misalnya orangtua tidak bisa memutuskan mana laki-laki yang sholeh atau setelah sekian lama, belum ada ikhwan yang tergerak untuk melamarnya. Sedangkan urgensi menikah itu semakin kuat menelusup di celah di jiwa, kerinduan akan membangung keluarga Islami memuncak, ketakutan tergelincir pada kemaksiatan yang semakin membumbung atau kasus-kasus tertentu yang membuat pernikahan harus segera dilaksanakan. Kadang kata akhi Salim A fillah,dalam bukunya Agar Bidadari Cemburu Padamu, menawarkan diri bagi akhowat adalah pilihan yang agung.
Menawarkan diri pada lelaki yang pasti. Pasti agamanya, pasti kualitas akhlaknya. Di sini yang tak pasti cuma satu,diterima atau tidak. Dan ditolak bukanlah kehinaan, hanya ladang kesabaran yang insyaAllah menjadi taman-taman berbunga cantik pahala. Daripada menunggu yang tak pasti, tak pasti agamanya ,tak pasti akhlaknya. Bahkan tak pasti pula datangnya.
Memalukan! Tradisi mengajarkan kita demikian. Perempuan yang menawarkan diri untuk menikah pada laki-laki dianggap tidak tahu kesopanan. “Kaya ngga laku aja” atau “Kegatelan banget sih cewenya”. Komentar seperti itu sungguh kejam dan tidak adil. Apakah memalukan untuk menggenapkan setengah dien, separuh agama? Adakah dalam ingatan Anda, ibadah yang melebih setengah agama? Sementara perempuan yang berseliweran berboncengan, nonton berduaan, di café-cafe berpegangan tangan adalah hal yang dianggap hal biasa. Sudah jelas, kebenaran dan kemuliaan tidak terletak pada pendapat orang kebanyakan.
Ada juga yang mengemas pemikiran kuno itu dengan bentuk yang tampaknya lebih elegan “ Kalau imannya kuat, pasti dia akan sabar menunggu ikhwan datang melamarnya”
Hhh..saya hanya bisa menarik nafas panjang sambil menuturkan cerita ini.
Anas ibnu Malik, Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
Ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Ia menawarkan dirinya kepada Rasulullah “Apakah engkau membutuhkan diriku?”. Anak perempuan Anas hadir dan mendengar kata-kata wanita itu, lalu berkata ”Alangkah memalukan dan betapa buruknya”. Mendengar itu, sang ayah (Anas ibnu Malik) menyahut ”Dia jauh lebih baik darimu nak. Wanita itu mencintai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menawarkan dirinya kepada beliau” (HR Al Bukhari).
Dengarlah, dia jauh lebih baik dari kamu!
Atau bahkan ada beberapa “oknum” ikhwan yang entah dari mana mendapat generalisir ini “Kami,para ikhwan, pada hakikatnya punya insting memburu, dan aneh sekali bila akhowat yang mendekati”
Coba tengok lagi cerita tadi, adakah Rasul berkata “wahai wanita, aku seorang laki-laki, tidak pantas bagimu menawarkan diri”?
Dan bisakah sekarang Anda menjawab, wahai lelaki, siapakah engkau dibanding Rasulullah??
Ohya, perlu sekali saya tekankan, saya tidak sedang bicara tentang “nembak” dengan senjara berlaras itu lho…Ngerti aja kan? Tapi juga bukan tentang “nembak” seperti yang muncul di reality show yang mengklaim dirinya reality show cinta pertama di Indonesia itu. Sungguh, bukan itu. Kalau nembak jenis itu sih, saya sangat berharap Anda sudah mengerti tentang ketidakbenarannya. Nembak yang mulia bukan aplikasi kreatif ketidaksabaran, kekonyolan dan maaf, agak tidak tahu malu terhadap pelanggaran perintah Allah seperti itu dan jauh sekali dengan ikatan suci pernikahan. Tapi sssttt, katanya rating acara itu selalu tinggi. Anda tidak termasuk salah satu yang menaikkannya kan?
Ohya (lagi), saat perempuan mengajukan diri untuk menikah, itu juga harus melalui pertimbangan dan cara-cara yang mulia. Ga mungkin dong, ketemu di perempatan lalu langsung minta dinikahi? Hehehe.. Bisa dengan minta diwakilkan orangtua, atau lewat orang-orang sholeh yang bisa dipercaya. Dan sudah seharusnya ada musyawarah sebelumnya dengan mereka dalam hal pemilihan calon agar sisi subjektif dapat dikendalikan. Misalnya karena dilihat cakep, sarjana, mapan kerjanya, kita menjadi lupa pada sisi akhlaknya yang pas-pasan. Tidak salah sih bila menginginkan ikhwan ganteng, pinter dan sebagainya tapi pertimbangan agama dan akhlaknya haruslah yang utama.
Hasan bin Ali berkata “ Nikahkan puterimu dengan orang yang bertakwa. Sebab bila ia mencintainya pasti akan menghormati dan memuliakannya dan bila ia tidak mencintainya pasti ia tidak akan menzhaliminya”
Sambil berikhtiar, jangan lupa sholat Istikhoroh berulang kali. Petunjuk Allah adalah kemestian yang mesti dimohon selalu. Agar kita tidak menjadi hamba yang disindir Allah lewat ayat ini.
…boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (Al Baqarah :216)
Kadang sebenarnya, bukan karena ketidaktahuan yang membuat para ikhwan melambatkan pernikahan. Tapi semata karena ketidakpedean terutama masalah mahar dan ma’isyah. Nah, akhowat yang seyogyanya juga ikut meyakinkan mereka bahwa Anda berani untuk menanggung bersama. Berani menjalani proses kehidupan apapun bentuknya. Kegembiraan, apalagi kesusahan. Anda berani, bukan?
Ya, karena kadang ikhwan-ikhwan itu perlu dipecut agar tidak lagi menjadi pengecut. Agar mereka bertambah kuat iman kepada rezeki Robbnya dan tambah kreativitasnya. Pernikahan terbukti adalah salah satu bentuk media percepatan diri yang sangat efektif.
Lalu, biarkan Allah membantu.
Sudah ya, kita tutup dulu pembahasan ini. Sekarang waktunya menajamkan usaha memperbaiki diri dan memperkokoh niat. Memang perlu perjuangan untuk mengubah masyarakat dengan tradisi-tradisinya. Tapi setidaknya Anda tahu bahwa tradisi itu harus diubah. Dan Anda bisa memulainya lebih dahulu.
Dalam suatu pertemuan, ada seorang teman berseloroh “ Jodoh itu di tangan Tuhan, tapi kalau tidak diambil-ambil, ya akan di tangan Tuhan terus”
Hal itu tidak urun memancing tertawa teman-teman yang lain, termasuk saya juga. Tapi untuk anda, wahai perempuan, semoga kelakar tadi semakin menguatkan.
****untuk murobbiyahku tercinta..."ini utang tulisannya mba...kisah kemarin sudah ada endingnya, bukan sad atau happy ending, tapi insyaAllah it's the best ending...^_^ jazakillah untuk semua dukungannya ya mba sayank..."

2 komentar:

Post a Comment